
Riset: pandemi covid-19 menghapus 2,3 juta peluang lapangan pekerjaan
- Select a language for the TTS:
- Indonesian Female
- Indonesian Male
- Language selected: (auto detect) - ID
Play all audios:

Guncangan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran. Riset yang saya lakukan bersama dengan tim peneliti dari SMERU Research Institute
menunjukkan jumlah pengangguran akan meningkat sebanyak 2,3 juta orang akibat perusahaan memperkerjakan lebih sedikit orang. Jumlah ini hampir 2% dari jumlah angkatan kerja di Indonesia
yang mencapai 137.91 juta orang pada bulan Februari lalu. Angka tersebut berarti meningkatkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi 6,2-6,7% dari sebelumnya sebesar 4,9%. TPT adalah
persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. PENURUNAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERUBAHAN LANSKAP PASAR KERJA Riset yang saya lakukan memberikan gambaran terkait dengan
situasi ketenagakerjaan di Indonesia pada periode awal pandemi COVID-19 di Indonesia sekitar Maret 2020. Riset ini juga mengidentifikasi perubahan pasar tenaga kerja pasca pandemi. Adapun
sektor-sektor yang diperkirakan mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja paling banyak adalah sektor konstruksi (4,5%), industri pengolahan (4,0%), perdagangan (3,9%), dan jasa perusahaan
(2,6%). Namun jika dilihat dari jumlah orangnya, sektor perdagangan merupakan sektor yang paling tinggi tingkat pengurangan penyerapan tenaga kerjanya dengan angka mencapai 677-953 ribu
orang. Sektor-sektor ini adalah sektor-sektor yang aktivitas produksinya cukup terganggu dengan adanya pandemi dan pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi yang diterapkan. Di samping
terjadinya peningkatan angka pengangguran, pandemi COVID-19 juga merubah pasar tenaga kerja. Paling tidak ada tiga hal yang perlu diantisipasi terkait dengan perubahan di pasar tenaga kerja,
yaitu terkait dengan kualifikasi atau keahlian pekerja yang dibutuhkan pasar kerja, penyesuaian pola hubungan ketenagakerjaan, dan meningkatnya pekerja di sektor informal. Dari sisi
kualifikasi tenaga kerja, studi yang kami lakukan mengidentifikasi bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan di pasar tenaga kerja ke depannya adalah mereka yang mampu berdaptasi dengan
perkembangan teknologi. Pandemi yang terjadi saat ini menjadi pendorong bagi pelaku ekonomi untuk mengadopsi teknologi pada tingkatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Diskusi kelompok
terfokus (FGD) yang kami lakukan dengan berbagai pelaku usaha mengungkapkan bahwa untuk dapat bertahan, perusahaan menyesuaikan proses bisnisnya dengan melakukan digitalisasi dan juga
mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian, tenaga kerja yang dibutuhkan ke depannya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, studi kami juga menemukan bahwa ke depannya pola hubungan kerja yang adaptif dengan perubahan karakteristik pekerjaan semakin diperlukan oleh
dunia usaha. Pola hubungan kerja yang non-standar seperti sistem alih daya, pekerja kontrak, dan pekerja harian menjadi semakin menarik bagi perusahaan. Hal ini disebabkan selama pemulihan
ekonomi, perusahaan perlu menyesuaikan biaya operasionalnya dengan kapasitas produksi untuk mencapai efisiensi. Studi yang kami lakukan juga mengungkapkan bahwa tingkat penyerapan tenaga
kerja ke depannya tidak akan sebesar jumlah tenaga kerja yang saat ini mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini berpotensi menjadikan orang-orang yang terkena PHK dan juga angkatan
kerja baru yang tidak terserap oleh industri akan beralih pada pekerjaan-pekerjaan di sektor informal. UPAYA-UPAYA YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN Sebagai upaya untuk meminimalisasi peningkatan
jumlah pengangguran lebih jauh, paling tidak ada empat hal yang dapat dipertimbangkan. Pertama, perluasan pemberian bantuan untuk perusahaan yang terkena dampak pandemi. Pemerintah perlu
memberi dukungan dalam meringankan biaya operasional perusahaan untuk menjaga agar perusahaan dapat bertahan selama periode krisis. Walaupun pemerintah telah menyusun berbagai program untuk
meringankan beban perusahaan, pelaksanaannya perlu diperluas dan dipantau secara reguler untuk memastikan perusahaan-perusahaan yang terdampak telah terjangkau oleh program-program
pemerintah tersebut. Kedua, pelatihan tenaga kerja yang berkelanjutan. Mengingat keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan mengalami perubahan, pemerintah perlu menyelenggarakan pelatihan yang
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja ke depannya. Dalam kasus pandemi COVID-19, pemerintah perlu mendorong pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi agar tenaga kerja mampu beradaptasi dengan kebutuhan keterampilan di pasar tenaga kerja. Ketiga, peninjauan peraturan ketenagakerjaan. Sebagai upaya memberikan kepastian dan
perlindungan hukum bagi pelaku ekonomi pada periode pemulihan ekonomi, pemerintah perlu melakukan peninjauan terkait dengan peraturan mengenai hubungan ketenagakerjaan dan perlindungan
sosial tenaga kerja. Peninjauan hubungan ketenagakerjaan perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan terhadap hubungan kerja yang lebih adaptif dengan situasi perekonomian pada
masa pemulihan ekonomi. Selain itu, hal ini juga diperlukan untuk meminimalisasi terjadinya perubahan komposisi sumber daya dari padat karya ke padat modal. Di satu sisi, pemerintah juga
harus memperkuat perlindungan sosial dan memperluas cakupannya untuk memastikan kesejahteraan para pekerja dapat dijaga. Dengan demikian, proses peninjauan peraturan ketenagakerjaan ini
harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar peraturan yang ditinjau sesuai dengan kebutuhan dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang berada di ekosistem tenaga kerja tersebut.
Keempat, peningkatan produktivitas sektor informal dan UMKM. Penurunan penyerapan tenaga kerja berpotensi meningkatkan pekerja pada sektor informal dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). Oleh sebab itu, diperlukan upaya peningkatan produktivitas sektor informal dan UMKM untuk meningkatkan tingkat upah mereka sehingga kesejahteraan pekerja pada sektor ini pun dapat
dijaga. Upaya-upaya seperti perluasan akses permodalan dan pendampingan teknis menjadi dibutuhkan untuk dapat mendorong produktivitas pekerja di sektor informal ini.