
Ketika para caleg bertarung dalam pemilu terbuka, yang penting uang bukan ideologi dan kemampuan - tribunnews. Com
- Select a language for the TTS:
- Indonesian Female
- Indonesian Male
- Language selected: (auto detect) - ID
Play all audios:

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Indonesia (UI), Hasto Kristiyanto, mengatakan partai politik,
termasuk PDIP memiliki tantangan berat dalam membangun kepercayaan (trust) masyarakat. Upaya perubahan partai politik (parpol) harus juga disertai perubahan sistem pemilihan. Hasto
mengatakan pihaknya mengapresiasi hasil riset yang menemukan PDIP menjadi yang tertinggi dalam party id atau identifikasi masyarakat terhadap parpol, dan dipersepsikan paling positif di
dalam melakukan pelembagaan partai. Masalahnya, walau tertinggi, secara total angka party id seluruh partai politik sangat rendah, yakni hanya 6,8 persen. “Ini tolak ukurnya kepuasannya
sangat rendah. Ya di satu sisi ini tantangan buat parpol untuk membangun trust. Dan di sisi lain, ini salah satu sebabnya liberalisasi politik, dan juga sistem proporsional terbuka yang
menyebabkan party id tereduksi oleh elektoral individual-individual yang seringkali tidak membawa platform dan ideologi parpol. Maka sikap PDI Perjuangan mendorong untuk proporsional
tertutup,” kata Hasto. Dengan sistem proporsional tertutup, maka untuk menjadi pemimpin legislatif harus melalui persiapan, tidak bisa hanya berbasis elektoral dan popularitas. Seorang yang
populer harus memahami bagaimana fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, misalnya. “Partai punya tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan partai tidak
bisa terlepas dari kepentingan rakyat itu. Kita melihat pendidikan kita tertinggal, maka partai memberikan sentuhan bagaimana politik pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa. Ini harus
dijawab juga oleh partai melalui kebijakan-kebijakan politiknya,” urai Hasto. Hal itu disampaikannya menjawab wartawan di sela Seminar Nasional bertema “Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan
Strategis Nasional” yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung,
Kamis (26/1/2023). Hasto menjadi salah satu pembicara bersama Burhanuddin Muhtadi dan Ketua Kaprodi SKSG Dr. A.Hanief Saka Ghafur. Pakar Politik dari Indikator Politik, Dr. Burhanuddin
Muhtadi, menjelaskan, tentang Party id yang drop itu ada kaitannya dengan hilangnya sistem proporsional tertutup. Saat sistem pemilu kita masih proporsional tertutup tahun 1999, party id
masih di atas 80 persen. Tapi ketika proporsional terbuka diperkenalkan tahun 2009, tingkat kedekatan partai dengan pemilih drop sampai 20-an persen. “Pertanyaannya kenapa? Karena dalam
proporsional tertutup itu yang bertarung adalah partai, karena orang nyoblos partai. Tapi dalam sistem proporsional terbuka, itu aktor atau pemainnya bukan hanya partai, tapi caleg-calegnya
pun bertarung. Dan ketika para caleg bertarung, tidak ada insentif untuk mempromosikan ideologi partai,” urai Burhanuddin. “Kenapa? Karena caleg dalam satu partai pun bertarung satu sama
lain. Yang terjadi adalah kapitalisasi. Uang menjadi sangat penting untuk membedakan antara satu caleg dengan caleg lainnya dalam satu partai. Akhirnya orang tak bicara platform partai. Itu
yang membuat publik makin jauh dengan ideologi partai,” katanya. Karena sistem proporsional tertutup juga ada kelemahannya, Doktor Burhanudin Muhtadi menawarkan mix proporsional system,
yakni satu formula dimana kelebihan proporsional tertutup dan kelebihan proporsional terbuka disatukan. Dia merinci model Jerman, yang punya 299 dapil. Setiap pemilih diberi dua kertas
suara. Satu untuk memilih partai, dan satu kertas untuk memilih caleg. “Kenapa dua? Satu buat kader partai bisa masuk melalui jalur partai. Tetapi untuk kedaulatan pemilih, mereka diberi
peluang untuk memperebutkan caleg. Di Jerman, ini cukup sukses mengurangi jumlah partai dan mengurangi jumlah politik uang secara masif,” kata Muhtadi. Burhanuddin Muhtadi juga bicara soal
proses institusionalasi partai di Indonesia, yang ternyata punya pengaruh baik untuk elektabilitas parpol. Riset pihaknya menemukan, partai yang serius melakukan institusionalisasi cenderung
memiliki elektabilitas yang baik. “Kita tanya masyarakat mana partai yang serius melakukan institusionalisasi partai maka itu PDI Perjuangan yang paling tinggi. Kedua Gerindra, ketiga
Golkar, keempat Demokrat, kelima PKS. Mereka yang masuk 5 besar dengan kelembagaan partai, ternyata paralel dengan elektabilitas partai saat ini. 5 besar partai dengan elektabilitas
tertinggi saat ini, dengan 5 besar partai dengan kelembagaan partai yang kuat, itu sama susunannya,” beber Burhanuddin Muhtadi. “Artinya kalau partai-partai serius memperbaiki kelembagaan
partainya, maka juga akan mendapat insentif elektoral,” tegasnya.