
Indeks kebebasan pers 2021: timur tengah ranking terbawah
- Select a language for the TTS:
- Indonesian Female
- Indonesian Male
- Language selected: (auto detect) - ID
Play all audios:

PARIS, IDN TIMES - Reporters Without Borders (RSF) merilis daftar tahunan terkait kebebasan pers di dunia pada hari Selasa (20/4/2021). Dalam indeks tersebut, negara Timur Tengah dan Afrika
Utara kembali mendominasi kawasan terburuk dalam memperlakukan media, dengan banyak jurnalis independen yang dilaporkan masuk ke penjara. Tahun ini, RSF juga menyebutkan bahwa pandemi
COVID-19 semakin mengekang kebebasan pers dengan sedikitnya negara menawarkan lingkungan yang mendukung jurnalisme. Mengukur pembatasan akses informasi dan hambatan dalam meliput berita,
RSF mengatakan bahwa jurnalisme "benar-benar diblokir atau dihalangi secara serius" di 73 negara dan "dibatasi" di 59 negara lainnya. Jumlah itu pun mewakili lebih dari
73 persen dari total 180 negara yang di survei, melansir dari _Time._ 1. KEBEBASAN PERS DI TIMUR TENGAH DAN AFRIKA UTARA SANGAT MENGKHAWATIRKAN Ilustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)
Menurut RSF, negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara masih menjadi yang paling mendominasi ranking bawah dalam menegakkan "kebebasan pers". Iran yang berada di posisi 174
misalnya, telah berada di peringkat bawah RSF sejak daftar indeks dibuat pertama kalinya pada 2002. Negara itu juga tercatat sebagai negara teratas yang telah mengeksekusi jurnalis dalam
jumlah tertinggi selama 50 tahun terakhir. "Republik Islam tidak menunjukkan tanda-tanda akan meredakan pelecehan terhadap jurnalis independen dan media, atau melonggarkan
cengkeramannya yang erat pada lanskap media secara keseluruhan," kata RSF. Selain Iran, Arab Saudi juga masih 'betah' berada di daftar terbawah dengan menempati peringkat 170.
Negara kerajaan minyak itu dilaporkan telah melipatgandakan jumlah jurnalis yang ditahan secara sewenang-wenang sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) berkuasa pada 2017. RSF
menyebut bahwa jurnalis di sana akan secara otomatis menjadi tersangka bila memilih netralitas ketimbang mengikuti jalur media resmi pemerintah. Hal yang sama pun berlaku di Mesir yang
berada pada peringkat 166. RSF mencatat bahwa sejak Presiden Abdel Fattah el-Sisi menggulingkan Presiden Demokratis Mesir, Mohamed Morsi, ia telah mengubah negara itu menjadi salah satu
penjara jurnalis terbesar di dunia, bersanding dengan Turki dan Arab Saudi. 2. AFRIKA ALAMI PENINGKATAN Ilustrasi Reporter-Jurnalis (IDN Times/Arief Rahmat) Berbeda dengan Timur Tengah, RSF
melaporkan bahwa negara-negara di Afrika yang dikenal penuh kekerasan justru menunjukkan peningkatan signifikan dalam kebebasan pers bila dibandingkan tahun sebelumnya. Contohnya saja
Burundi di Afrika Timur yang melonjak 13 peringkat menjadi 147, setelah empat jurnalisnya menerima 'pengampunan' presiden. Sierra Leone naik 10 peringkat menjadi 75, usai
undang-undang pidana tentang pencemaran nama baik dihapuskan. Begitu pula dengan Mali, naik menjadi ranking 99 karena adanya penurunan tajam terkait pelanggaran jurnalisme. _BACA JUGA:
KEBEBASAN PERS MELEMAH, BAGAIMANA PERAN UU PERS SEKARANG INI?_ Lanjutkan membaca artikel di bawah EDITOR’S PICKS 3. ASIA-PASIFIK AWASI MEDIA DENGAN KETAT Ilustrasi Kebebasan Bersuara (IDN
Times/Arief Rahmat) Di kawasan Asia-Pasifik, kebijakan yang mengekang pers di masa pandemi membuat peringkat Malaysia jatuh paling banyak hingga ke posisi 119. Sementara Tiongkok, negara
keempat terparah di dunia dalam hal "kebebasan pers", mempertahankan posisinya di 177 dan terus membawa sensor, pengawasan, dan propaganda Internet ke tingkat yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Situasi pers di Myanmar tak jauh berbeda dan bahkan menjadi semakin berbahaya sejak kudeta militer. Sedangkan India yang duduk di posisi 142, menggunakan undang-undang
untuk membungkam segala bentuk kritik pada pemerintah sehingga jurnalis yang berani melakukannya akan dianggap sebagai "anti-negara" atau bahkan "pro-teroris".
"Asia-Pasifik memiliki tradisi menjadi wilayah yang sangat sulit untuk kebebasan pers dan dalam beberapa tahun terakhir ada kejatuhan di hampir setiap wilayah," kata Cédric
Alviani, kepala biro RSF Asia Timur. "Kami dapat melihat pengaruh Tiongkok di latar belakang, karena beberapa dari negara ini telah mengadopsi peraturan yang hampir disalin dan
ditempelkan dari Tiongkok, seperti kontrol internet dan peraturan anti-berita palsu." 4. NORDIK DOMINASI RANKING TERBAIK UNTUK KEBEBASAN PERS Ilustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)
Sementara itu, negara-negara Nordik mulai Norwegia, Finlandia, Swedia dan Denmark kembali menduduki peringkat terbaik 1-4 dalam memberlakukan kebebasan pers. Hal itu kemudian disusul oleh
Kosta Rika yang naik dua peringkat dari tahun lalu. Menurur RSF, wilayah Eropa dan Amerika masih mendominasi peringkat atas untuk kebebasan pers, meskipun disaat yang sama juga ada
penurunan. Di AS misalnya, jumlah jurnalis yang diserang atau ditangkap mengalami kenaikan, tetapi kebebasan pers di sana masih dianggap "cukup baik" sehingga peringkatnya ada di
urutan ke-44 dalam daftar. Di sisi lain, laporan tersebut turut menginfokan hal positif di mana jurnalisme mampu memerangi informasi yang salah terkait virus. Seperti contohnya di Brazil dan
Venezuela, saat pejabat berusaha mempromosikan pengobatan COVID-19 yang tidak memiliki dukungan ilmiah, wartawan investigasi pun muncul untuk melawan klaim pemerintah. “Untungnya,
jurnalisme investigasi oleh media seperti Agência Pública dari Brasil dan cerita mendalam oleh beberapa publikasi independen Venezuela yang tersisa, mampu melawan klaim mereka (pemerintah)
dengan fakta,” kata RSF. _BACA JUGA: BEDA DARI TRUMP, BIDEN JANJIKAN KEBEBASAN PERS UNTUK AMERIKA SERIKAT_ IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua
karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.