7 Sekuel Game dengan Biaya Produksi Termahal dalam Sedekade Terakhir!

7 Sekuel Game dengan Biaya Produksi Termahal dalam Sedekade Terakhir!


Play all audios:


Bukan rahasia umum lagi apabila sekuel jauh lebih besar dari pendahulunya. Ini tidak hanya berlaku di kualitas saja, namun juga di budget atau anggaran pengembangan. Lewat teknologi yang


lebih maju dan juga imersifitas game yang di tingkatnya, tentunya ada banyak uang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah mahakarya.


Tujuh game berikut menjadi beberapa di antaranya dan menyandang status sebagai sekuel game paling mahal dalam satu dekade terakhir. Kira-kira game apa saja? Berikut ulasannya.


Metal Gear Solid V: Phantom Pain merupakan usaha terakhir Kojima untuk menghidupkan franchise MGS, yang sempat memecah belah fans meski pada akhirnya menerima segudang ulasan positif dari


para kritikus. Meski dibilang belum sepenuhnya ‘usai’, MGSV nyatanya tetap mampu membuat pemain sibuk dengan gameplay mencapai 50 jam. Biaya produksinya pun juga tidak kalah fantastis di


angka US$80 juta (Rp1,1 triliun), yang diprediksi sebagian besar dihabiskan untuk pengembangan Fox Engine sebagai game engine utama.


Mass Effect: Andromeda memiliki banyak hype di belakangnya dan tanggungan untuk melanjutkan tradisi baik dari franchise Mass Effect. Sayangnya, Andromeda gagal menunaikan kewajiban itu


dengan banyaknya masalah yang menghambat pengembangan.


Salah satu di antaranya adalah penggunaan wajib Frostbite Engine, yang notabene tidak optimal untuk game RPG. Bahkan, biaya pengembangan yang mencapai US$100 juta (Rp1,3 triliun) dan tim


developer besar dengan dua ratus orang tidak dapat menyelamatkan Andromeda dari yang namanya kegagalan.


Red Dead Redemption 2 menjadi salah satu game paling ambisius yang pernah dibuat dalam hal skala. Dunia baratnya yang ramai, dipenuhi dengan kehidupan, karakter dan juga cerita tragis dari


sang karakter utama – Arthur Morgan.


Mode campaign yang diusung menawarkan gameplay hingga 60 jam, sementara mode multiplayer-nya menyediakan kesenangan tanpa akhir. Melalui skala dunia yang masif dan visual yang memanjakan


mata, tak tanggung-tangguh, Rockstar selaku developer harus menggelontorkan dana hingga US$100 juta (Rp1,3 triliun) untuk pengembangannya.


Franchise Battlefield membedakan dirinya dari kompetitor seperti Call Of Duty, dengan fokus terhadap pertempuran berskala besar yang mampu mencakup lusinan pemain. Battlefield 3 menjadi


comeback untuk franchise yang dimulai pada tahun 2002 ini dan EA melanjutkan tren positif itu di entri berikutnya yaitu Battlefield 4.


Demi bisa mencapai kualitas yang lebih gila lagi, EA bahkan sampai mengeluarkan dana hingga US$100 juta (Rp1,3 triliun). Biaya masif itu untungnya tercermin dengan baik lewat dunia yang


destruktif dan peta multiplayer yang dinamis.


Fans Max Payne harus menunggu setidaknya hingga sembilan tahun sebelum judul ketiganya – Max Payne 3, dirilis. Kekhawatiran di awal yang muncul karena penampilan karakter utama yang berbeda,


untungnya reda sesaat setelah game dimulai.


Gameplay penuh tembak-tembakan dan elemen slow-motion masih dipertahankan, sembari menaikkan kualitas cerita menjadi lebih menarik lagi. Tidak hanya waktu, Rockstar juga menghabiskan biaya


produksi hingga US$105 juta (Rp1,4 triliun) demi bisa mengejar tingkat realisme dunia pada Max Payne 3.


Pengenalan karakter Lara Croft baru melalui franchise Tomb Raider yang di-reboot mungkin menjadi salah satu hal terbaik di industri video game dalam satu dekade terakhir. Sekuelnya – Rise Of


The Tomb Raider pun juga dipuji, bersama dengan Shadow Of The Tomb Raider sebagai judul ketiga, yang terkenal karena biaya produksinya yang tidak murah.


Tercatat, biaya produksi untuk SOTTR mencapai US$110 juta (Rp1,5 triliun) – tertinggi diantara yang lain. Dengan trilogi yang telah usai, belum diketahui ke mana arah franchise ‘reboot’ ini


akan berjalan.


Rockstar bukanlah developer yang ‘nanggung’ dan itu terpancar dengan jelas lewat berbagai game yang mereka buat. Setelah RDR2 dan Max Payne 3, kini giliran Grand Theft Auto V atau GTA V yang


masuk di daftar ini. GTA V menjadi game termahal dalam satu dekade terakhir, di mana Rockstar ‘menuangkan’ dana hingga US$135 juta (Rp1,8 triliun) untuk menciptakan salah satu game


open-world terbaik yang pernah mereka buat. Untungnya, usaha itu berbuah manis, dengan GTA V menjadi game paling laris ketiga sepanjang masa di bawah Tetris dan Minecraft.


Demikian tadi info menarik mengenai sekuel game dengan biaya produksi paling fantastis dalam satu dekade terakhir. Dengan industri yang semakin maju dan tuntutan kualitas untuk terus


meningkat, bukan tidak mungkin untuk satu dekade berikutnya, biaya produksi game naik hingga dua kali lipat.


Bukan rahasia umum lagi apabila sekuel jauh lebih besar dari pendahulunya. Ini tidak hanya berlaku di kualitas saja, namun juga di budget atau anggaran pengembangan. Lewat teknologi yang


lebih maju dan juga imersifitas game yang di tingkatnya, tentunya ada banyak uang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah mahakarya.


Tujuh game berikut menjadi beberapa di antaranya dan menyandang status sebagai sekuel game paling mahal dalam satu dekade terakhir. Kira-kira game apa saja? Berikut ulasannya.


Metal Gear Solid V: Phantom Pain merupakan usaha terakhir Kojima untuk menghidupkan franchise MGS, yang sempat memecah belah fans meski pada akhirnya menerima segudang ulasan positif dari


para kritikus. Meski dibilang belum sepenuhnya ‘usai’, MGSV nyatanya tetap mampu membuat pemain sibuk dengan gameplay mencapai 50 jam. Biaya produksinya pun juga tidak kalah fantastis di


angka US$80 juta (Rp1,1 triliun), yang diprediksi sebagian besar dihabiskan untuk pengembangan Fox Engine sebagai game engine utama.


Mass Effect: Andromeda memiliki banyak hype di belakangnya dan tanggungan untuk melanjutkan tradisi baik dari franchise Mass Effect. Sayangnya, Andromeda gagal menunaikan kewajiban itu


dengan banyaknya masalah yang menghambat pengembangan.


Salah satu di antaranya adalah penggunaan wajib Frostbite Engine, yang notabene tidak optimal untuk game RPG. Bahkan, biaya pengembangan yang mencapai US$100 juta (Rp1,3 triliun) dan tim


developer besar dengan dua ratus orang tidak dapat menyelamatkan Andromeda dari yang namanya kegagalan.


Red Dead Redemption 2 menjadi salah satu game paling ambisius yang pernah dibuat dalam hal skala. Dunia baratnya yang ramai, dipenuhi dengan kehidupan, karakter dan juga cerita tragis dari


sang karakter utama – Arthur Morgan.


Mode campaign yang diusung menawarkan gameplay hingga 60 jam, sementara mode multiplayer-nya menyediakan kesenangan tanpa akhir. Melalui skala dunia yang masif dan visual yang memanjakan


mata, tak tanggung-tangguh, Rockstar selaku developer harus menggelontorkan dana hingga US$100 juta (Rp1,3 triliun) untuk pengembangannya.


Franchise Battlefield membedakan dirinya dari kompetitor seperti Call Of Duty, dengan fokus terhadap pertempuran berskala besar yang mampu mencakup lusinan pemain. Battlefield 3 menjadi


comeback untuk franchise yang dimulai pada tahun 2002 ini dan EA melanjutkan tren positif itu di entri berikutnya yaitu Battlefield 4.


Demi bisa mencapai kualitas yang lebih gila lagi, EA bahkan sampai mengeluarkan dana hingga US$100 juta (Rp1,3 triliun). Biaya masif itu untungnya tercermin dengan baik lewat dunia yang


destruktif dan peta multiplayer yang dinamis.


Fans Max Payne harus menunggu setidaknya hingga sembilan tahun sebelum judul ketiganya – Max Payne 3, dirilis. Kekhawatiran di awal yang muncul karena penampilan karakter utama yang berbeda,


untungnya reda sesaat setelah game dimulai.


Gameplay penuh tembak-tembakan dan elemen slow-motion masih dipertahankan, sembari menaikkan kualitas cerita menjadi lebih menarik lagi. Tidak hanya waktu, Rockstar juga menghabiskan biaya


produksi hingga US$105 juta (Rp1,4 triliun) demi bisa mengejar tingkat realisme dunia pada Max Payne 3.


Pengenalan karakter Lara Croft baru melalui franchise Tomb Raider yang di-reboot mungkin menjadi salah satu hal terbaik di industri video game dalam satu dekade terakhir. Sekuelnya – Rise Of


The Tomb Raider pun juga dipuji, bersama dengan Shadow Of The Tomb Raider sebagai judul ketiga, yang terkenal karena biaya produksinya yang tidak murah.


Tercatat, biaya produksi untuk SOTTR mencapai US$110 juta (Rp1,5 triliun) – tertinggi diantara yang lain. Dengan trilogi yang telah usai, belum diketahui ke mana arah franchise ‘reboot’ ini


akan berjalan.


Rockstar bukanlah developer yang ‘nanggung’ dan itu terpancar dengan jelas lewat berbagai game yang mereka buat. Setelah RDR2 dan Max Payne 3, kini giliran Grand Theft Auto V atau GTA V yang


masuk di daftar ini. GTA V menjadi game termahal dalam satu dekade terakhir, di mana Rockstar ‘menuangkan’ dana hingga US$135 juta (Rp1,8 triliun) untuk menciptakan salah satu game


open-world terbaik yang pernah mereka buat. Untungnya, usaha itu berbuah manis, dengan GTA V menjadi game paling laris ketiga sepanjang masa di bawah Tetris dan Minecraft.


Demikian tadi info menarik mengenai sekuel game dengan biaya produksi paling fantastis dalam satu dekade terakhir. Dengan industri yang semakin maju dan tuntutan kualitas untuk terus


meningkat, bukan tidak mungkin untuk satu dekade berikutnya, biaya produksi game naik hingga dua kali lipat.