Konsep ‘one health’ harus diutamakan untuk memungkinkan kita untuk mencegah pandemi

Konsep ‘one health’ harus diutamakan untuk memungkinkan kita untuk mencegah pandemi


Play all audios:


“One Health” adalah sebuah konsep, strategi, dan tujuan. “One Health” secara bertahap masuk dalam ilmu pengetahuan, kedokteran hewan, dan ilmu biomedis. Konsep ini sekarang mendominasi


komunikasi dari organisasi-organisasi kesehatan publik dunia seperti Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), Badan Pangan Dunia (FAO), Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan Pusat Kontrol dan


Pencegahan Penyakit (CDC). Meski demikian, “One Health” masih kurang diketahui oleh publik dan jarang dimasukkan ke dalam proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah. Konsep ini mewakili


perubahan paradigma yang sungguh-sungguh, dan bisa membuat kita lebih mengerti, mengantisipasi, dan mengelola penyebaran pandemi baru. INTERKONEKSI MAKHLUK HIDUP Istilah “satu pengobatan”


diperkenalkan sejak 1964 oleh Calvin Schwabe, seorang ahli epidemiologi dari AS. Ia ingin menekankan hubungan antara hewan dan pengobatan manusia, sekaligus menunjukkan pentingnya kolaborasi


antara dokter hewan dan para dokter untuk mengendalikan penyebaran infeksi. Dari 1407 patogen yang menulari manusia, 58% berasal dari hewan, seperempat dapat menjadi sumber transmisi


epidemik atau pandemik, seperti virus influenza dan Ebola. Selain itu, 75% dari penyakit menular baru bersumber dari hewan. Pemahaman dan pengelolaan atas kumpulan hewan pembawa penyakit


menular, dan juga atas jalur penularan mereka dan adaptasi ke manusia, penting untuk pengendalian zoonosis dan epidemi di masa depan. Maka, muncul minat dalam _EcoHealth_, sebuah disiplin


baru yang menggabungkan ilmu ekologi, epidemiologi, dan biomedis. Gangguan dalam interaksi yang dinamis antara populasi manusia, agen infeksi, kumpulan hewan pembawa penyakit, dan terkadang


vektor serangga, biasanya memicu epidemi dari zoonosis. Dengan membedakan habitat atau kelimpahannya, perubahan yang dilakukan terkait lingkungan, iklim, dan sosial ekonomi dapat, misalnya,


mengubah kemungkinan interaksi antara setiap populasi. Lebih lagi, pembawa virus menular, dan khususnya virus RNA, berkembang sangat pesat. Mereka dapat beradaptasi dengan inang-inang baru


jika mereka sering melakukan kontak dengan inang-inang baru itu sehingga menciptakan jaringan interaksi baru. PERBURUAN, DEFORESTASI, IKLIM, DAN EPIDEMI Hubungan antara intrusi manusia ke


suatu ekosistem dan munculnya epidemi tergambarkan dalam kasus _human immunodeficiency virus_ (HIV), yang telah merenggut lebih dari 32 juta manusia antara 1981 hingga 2018. Kemunculan virus


ini mungkin terjadi akibat meningkatnya perburuan dan konsumsi daging simpanse di wilayah Kinshasa (Republik Demokratik Kongo) pada tahun 1920-50: meningkatnya kontak antara manusia dengan


primata yang terinfeksi dengan _simian immunodeficiency viruses_ telah membuat adaptasi patogen ini ke manusia. Penyakit Lyme juga dapat dijadikan contoh. Patologi ini, yang memperlihatkan


hubungan antara perubahan keanekaragaman hayati dan epidemi, disebabkan oleh bakteri _Borrelia burgdorferi_, melalui gigitan kutu. Di alam, kutu banyak memakan vertebrata. Beberapa di


antaranya, seperti tupai dan rusa, sebenarnya tahan terhadap infeksi. Sementara, seperti tikus, sangat rentan. Akibat efek dilusi (_dilution effect_) hanya sedikit kutu yang terinfeksi di


hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebaliknya, di tempat yang rendah keanekaragaman hayati, hutan kecil dengan sedikit pemangsa, jumlah tikus bisa meningkat, yang meningkatkan


frekuensi infeksi kutu dan risiko bagi manusia. Di AS bagian timur laut dan Eropa, sejarah siklus deforestasi, reforestasi, dan fragmentasi kawasan berhutan telah mendorong perkembangan


penyakit. Contoh paling baru adalah pemanasan global. Kini kita tahu bahwa pemanasan global adalah pemicu berbagai penyakit yang ditularkan melalui vektor di Eropa dan akan berlangsung


hingga beberapa dekade. Kita tahu, misalnya, bahwa nyamuk macan asal Asia dan lalat pasir dari lembah Mediterania dan Afrika Utara kini telah berkembang di Eropa selatan. Nyamuk macan


(_Aedes albopictus)_), adalah vektor untuk penyakit seperti Zika, demam berdarah, dan chikungunya, atau lalat pasir (_phlebotominae_) yang membawa _leishmaniasis_. PENGELOLAAN BERGANTUNG


PADA KONTEKS SOSIAL Untuk bisa mengelola epidemi, penting untuk mempertimbangkan keadaan sosio-ekonomi, politik, agama dan budaya suatu negara. Dukungan dari masyarakat untuk strategi


kesehatan publik juga penting. Singkatnya, strategi komunikasi dan edukasi harus beradaptasi dengan konteks sosial. Sebagai contoh adalah _brucellosis_, penyakit ini disebabkan oleh bakteri


_Brucella_, beberapa spesies secara kronis menginfeksi ruminansia (mamalia pemamah biak) setempat. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau lewat


konsumsi makanan terkontaminasi, tapi penularan antar manusia hampir tidak ada. Melakukan tindakan pada hewan pembawa virus, dengan demikian, dapat mengurangi biaya ekonomi terkait dengan


hilangnya ternak dan meningkatkan kesehatan manusia. Di Eropa, _brucellosis_ hampir secara keseluruhan sudah diberantas dengan vaksin dan lewat membunuh kawanan yang terinfeksi secara


sistematis. Pendekatan ini hanya bisa dilakukan dengan mengharmonisasikan kebijakan kesehatan di beberapa negara – termasuk identifikasi binatang lokal, hasil tes dan pengawasan terhadap


pergerakan, serta kompensasi terhadap peternak. Namun, ini tidak bisa dilakukan pada negara berkembang yang memiliki sumber ekonomi dan kemampuan operasional dokter hewan yang terbatas.


Akibatnya, misalnya, _brucellosis_ menjadi endemik di India. Kurangnya kompensasi finansial kepada petani dan larangan agama untuk membunuh hewan ternak, menimbulkan halangan sulit melakukan


percobaan dan membunuh hewan yang terinfeksi. Sehingga, hanya strategi vaksin yang dilaksanakan di India. PENDEKATAN MULTIDIMENSI DAN MULTIDISIPLIN “12 Prinsip Manhattan” telah ada pada


tahun 2004 di New York, AS, dalam konferensi yang dilakukan oleh _Wildlife Conservation Society_. Prinsip pertama menekankan perlunya mengenali hubungan antara kesehatan manusia, kesehatan


hewan dan lingkungan. Ia juga menunjukkan perlunya pendekatan holistik dan prospektif untuk penyakit menular yang baru dengan mempertimbangkan keterkaitan yang kompleks antar spesies. Atau


perlunya pengurangan perdagangan hewan liar karena “ancaman nyata yang bagi keamanan sosial-ekonomi global”; peningkatan investasi dalam infrastruktur kesehatan dan jaringan pengawasan


penyakit menular; berbagi informasi dengan cepat dan jelas; pendidikan dan sensitisasi populasi dan pengambil keputusan politik terhadap keterkaitan makhluk hidup. Kesimpulan yang


disampaikan dalam rangkuman konferensi menjadi penting: > “Mengatasi ancaman hari ini dan masalah esok hari tidak bisa > dicapai dengan pendekatan kemarin… Kita harus merancang 


adaptasi, > melihat masa depan dan solusi multidisiplin untuk tantangan yang > tidak terduga.” Konsep “One Health” diperkenalkan di Sharm el-Sheik (Mesir) pada tahun 2008, pada


simposium tentang risiko infeksi terkait dengan kontak antara ekosistem manusia dan hewan. Tak lama kemudian, setelah pandemi flu H1N1 pada 2008-09, WHO mengadopsi program global flu dengan


melibatkan peningkatan adaptasi hewan pembawa virus. Pada saat yang sama, badan One Health pertama terbentuk di AS. Badan ini bekerja untuk mempromosikan agenda keamanan kesehatan global,


dengan banyak organisasi nasional dan internasional dan melibatkan sekitar 60 negara. Sejak munculnya ‘One Health’, konsep serupa juga muncul, seperti _EcoHealth_ dan _Planetary Health_.


Dengan memperhatikan keterkaitan antar makhluk hidup, tetapi juga menghindari pemikiran linier dan reduktif, dan menghilangkan batas-batas disiplin ilmu, konsep-konsep baru ini memungkinkan


kita untuk lebih memahami dan mengelola krisis kesehatan. PENTINGNYA ANTISIPASI Kita hidup dalam dunia yang sama. Baik kesehatan maupun ekonomi kita berhubungan erat dengan kondisi dunia.


Jika kita ingin mencapai _Millennium Development Goals_ dari PBB, penting bagi kita untuk mengkaji berbagai interaksi antara kebijakan publik, ekonomi, kesehatan hewan dan lingkungan. Akan


tetapi, kacaunya manajemen pandemi Covid-19 telah memperlihatkan bahwa visi “One Health” jarang diadopsi oleh para pembuat kebijakan. Walau kemunculan pandemi virus baru yang berasal dari


zoonosis telah berulang kali diprediksi oleh komunitas ilmuwan, pemerintah tidak dapat mengantisipasinya. Lebih buruk lagi, mereka telah menerapkan kebijakan nasional yang beragam (dan


terkadang kontradiktif), padahal pandemi jelas merupakan masalah global yang membutuhkan aksi internasional bersama. Tentu saja, kita harus belajar dari hal ini. Dalam visi ‘One Health’,


pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 merupakan konsekuensi langsung yang dapat diprediksi dari globalisasi sistem produksi hewan, penjualan hewan liar, juga dari pariwisata massal,


perdagangan internasional dan mobilitas yang menyertai mereka. Selain itu, terlepas dari apa yang mungkin dikatakan oleh beberapa orang, pandemi ini tidak dapat disebut sebagai “angsa


hitam”. Pandemi ini bukanlah sebuah peristiwa tak terduga yang memiliki penyebab di luar sistem ekonomi liberal kita. ------------------------- _Wiliam Reynold menerjemahkan dari bahasa


Inggris._ ------------------------- _Dapatkan kumpulan berita lingkungan hidup yang perlu Anda tahu dalam sepekan. Daftar di sini._