Makalah Metode Thoriqoh Syam'iyyah Syafawiyyah(Audiolingual Methode) ~ Mufarrohah
Play all audios:

MAKALAH METODE THORIQOH SYAM'IYYAH SYAFAWIYYAH(AUDIOLINGUAL METHODE)
BAB II PEMBAHASAN 2.1 SEJARAH _TARIQAH SYAMIYAH SYAFAWIYAH_ Sejarah tentang metode audiolingual seperti yang diungkapkan Tarigan bahwa pada tahun 1939 Universitas
Michigan mengembangkan institute bahsa inggris pertama di amerika Serikat, yang mengkhususkan diri dalam pelatihan guru- guru bahasa inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Direktur
lembaga tersebut, Charles Fries, memang terlatih dalamm linguistic structural, dan beliau menerapkan prinsip-prinsip linguistik structural itu pada pengajaran bahasa. Fries beserta rekan-
rekannya menolak pendekatan- pendekatan seperti yang terdapat dalam metode langsung, yang merupakan wadah para pembelajar diperkenalkan dalam bahsa, memakainya, dan secara tahapan menyerap
pola- pola gramatikalnya. Bagi Fries, tata bahasa atau “struktur” itu merupakan titik tolak. Struktur bahasa dikenali dengan pola- pola kalimat dasarnya dan struktur gramatikalnya. Bahsa
diajarkan dengan perhatian bersistem terhadap ucapan dan dengan latihan runtun yang intensif mengenai pola- pola kalimat dasarnya. Latihan pola merupakan teknik dasar kelas. “justru pola-
pola dasar inilah yang membangun tugas sang pelajar. Mereka membutuhkan latihan- latihan, dan lebih banyak latihan runtun, dan hanya berkosakata yang memadai sajalah yang memungkinkan
latihan runtun itu mungkin berjalan baik dan lancar.” Universitas Michigan bukanlah satu- satunya universitas yang terlihat dalam pengembangan kursus- kursus dan bahan- bahan
bagi pegajaran bahasa inggris. Sejumlah program yang sama lainnya pun diadakan, beberapa diantaranya adalah di Universitas Geogetown dan Universitas Amerika di Wasington D. C dan di
Universitas Texas, Austin. Para pakar linguistic Amerika serikat menjadi bertambah aktif, baik di Amerika serikat maupun diluar negri dalam mengawsi program- program bagi pengajaran bahasa
inggris. Pada tahun 1950 _The American Council Of Learned Societies _(bekerjasama dengan U.S State Departement) ditugasi untuk mengembangkan buku- buku teks bagi pengajaran bahsa inggris
bagi para pembicara sejumlah bahsa- bahasa asing. Format yang digunakan oleh para pakar linguistic dalam proyek ini dikenal sebagai “general form”: pembelajaran dimulai dengan kegiatan
mengenai ucapan, morfologi dam tata bahasa, diikuti oleh latihan- latihan runtun dan latihan- latihan lainnya. Petunjuk- petunjuk untuk itu diterbitkan sebagai _structural nitice and
corpus_: A basis for the preparation of Materials to teach English as a Foreighn Language (ACLS 1952). Ini menjadi dokumen yang sangat bepengaruh dan bersama- sama dengan “General
form”dipakai sebagai pedoman untuk pengembangan kursus- kursus bahasa inggris bagi para pembicara sepuluh bahasa yang berbeda- beda ( yaitu seri _Spoker language _yang terkenal itu) yang
diterbitkan antara tahun 1953 dan tahun 1956. Dalam berbagai hal metodologi yang digunakan oleh para pakar linguistic Amerika Serikat dan para ahli pengajaran bahasa Amerika
serikat pada periode ini agak bersamaan dengan Oral Approach inggris, walaupun kedua tradisi tersebut berkembang secara berdikasi sendiri- sendiri. Akan tetapi, pendekatan Amerika tersebut
berbeda dalam hal persekutuannya yang erat dengan para pakar linguisti stuktural Amnerika dan aplikasi- aplikasi linguistic terapannya, khususny ?nalisis kontrasiv”. Fries mengajukan
prinsip- prinsipnya dalam Teaching and learning English as a foreign language (1945), dimana masalah- masalah pembelajaran suatu bahasa asing dikaitkan dengan konflik sistem- sistem
structural yang berbeda (misalnya, perbedaan- perbedaan antara pola- pola gramatikal dan fonologis bahasa asli dan bahasa sasaran). Analisis kontrastif kedua bahasa tersebt akan memungkinkan
peramalan masalah- masalah interferensi yang potensial serta mengarahkannya melalui persiapan bahan pelajaran secara cermat. Maka lahirnya suatu industry besar dalam linguistic terapan
amerika perbandingan- perbandingan sistematik antara bahasa inggris dengan bahasa- bahasa lain dengan suatu pandangan kea rah pemecahan masalah- masalah fundamental pengajaran bahasa asing.
2.2 DEFINISI _TARIQAH __SYAMIYAH SYAFAWIYAH_ Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa. Sebagaimana kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan struktura.
Keduanya memiliki pandangan yang saling berbeda dalam hal tata bahasa. Teori tradisional meyakini bahwa struktur bahasa-bahasa di dunia tidak sama; menurut teori tradisional bahasa yang baik
adalah menurut para ahli bahasa (dalam istilah linguistik disbut preskritif), sedangkan menurut teori struktural yang baik yang benar adalah dugunakan oleh penutur asli ( dalam linguistik
disebut deskriptif). Dengan demikian pendekatan struktural melihat struktur bahasa sebahgai fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini dianggap sama dengan pola-pola kalimat. Pandangan
ini bertolak belakang dengan pendekatan tradisional yang memandang sebaliknya. Metode audiolingual adalah metode mendasar dari pendekatan struktural dalam pengajaran bahasa. Sebagai
implikasi metode ini menekankan penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dan memulainya dari sistem bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan kata (morfologi), dan
sistem pembentukan kalimat (sintaksis). Karena menyangkut struktur bahasa secara keseluruhan, maka dalm hal ini ditekankan juga sistem tekanan, nada, dab lain-lain. Maka tujuan bahasa
diajarkan dengan mencurahkan perhatian pada lafal kata, dan pada latihan berkali-kali (drill) secara intensif. Bahkan drill ini yang biasanya dijadikan tehnik utama dalam proses belajar
mengajar.[1] Drill ialah suatu tehnik pengajaran bahasa yang dipakai oleh semua guru bahasa pada suatu waktu untuk memaksa pelajar megulang dan mengucapkan suatu pola kalimat dengan baik
tanpa kesalahan. Mengadakan drill dengan konsisten akan melahirkan sesuatu yang baik dalam berbahasa. Menurut Hubbard, drill ini bedasar langsung pada teori psikologi yang di sebut
behaviorisme. Menurut behavioris kebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban (response) pada rangsangan (stimulus) secara konsisiten diberikan hadiah (reward) sebgai penguatan (reinforcement).
Tokoh terkenalnya adalah Skinner yang sangat tertarik pada perilaku bahagia manusi. Hasil analisisnya menyatakan bahwa bunyi-bunyi yang ucapkan dan diperkuat sama seperti perilaku noverbal
lainnya. Prilaku berbahasa manusia dibentuk oleh penguatan yang lazim dipakai didalam masyarakat. Urutannya adalah : Stimulus - Respon - Penguatan – Respon – Reinforcement. Didalam ilmu
psikologi disebut operant-conditioning/ al-isyrat al-ijra’i yaitu penguatan respon pada pelajaruntuk mendapatkan respon baru sesuai stimulus yang diberikan, dan diberikan dalam rangka
pembiasaan yang baik. Menurutnya hadiah lebih efektif dari pada hukuman dalam situasi pengajaran kebiasaan. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa para pelajar bahasa harus diatur sedemikian
rupa sehinggamerupakan serentetan masalah yang tidak boleh terlalu sukar/sulit bagi para pelajar. Pandangan ini menjadi dasar yang kuat dalam metode _Audiolingual _dalam pengajaran bahasa.
Selanjutnya melahirkan dasar fikiran tertentu yang membedakan dengan yang lainnya. AL-Naqah dan Badri mengatakan dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ucapan bukan tulisan; bahasa terbentuk
dari kebiasaan-kebiasaan yang harus dipelajari adalah bahasa; bukan tentang bahasa; bahasa bukan untuk dibicarakan, tetapi harus digunakan; semua bahasa didunia memiliki perbedaan. Selain
itu Al-Khuli menambahkan dasar lain dengan adanya urutan keterlampilan bahasa yang harus diajarkan yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Konsep ini mengandung arti bahwa:[2] a.
Dasar berbahasa adalah percakapan, sedangkan tulisan adalah bagian dari percakapan. Maka materi yang perlu diprioritaskan dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa tujuan adalah
memahami pembicaraan dan berbicara, setelah itu aspek lain, yaitu membaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan aktifitas seorang anak dalam mempelajari bahasa ibu, yaitu mendengarkan dahulu,
sebelum berbicara setelah dilanjutkan kepada aktifitas bahasa sebagai bacaan dan tulisan. b. Cara yang tepat untuk mengajarkan bahasa asing atau bahasa tujuan adalah membentuk kebiasaan
berbicara. Para ahli metode ini memandang bahwa kebiasaan ini sama halnya seperti seorang anak dalam memperoleh kebiasaan-kebiasaan dimasyarakatnya. oleh sebab itu diperlukan adanya seorang
anak untuk memperoleh kebiasaan-kebisaan yang baik, yaitu memberikan stimulus secara berulang untuk mendapatkan responyang berulang kemudian diberikan penguatan. c. Materi yang harus
dipelajari yaitu bahasa asing bukan materi mengenai bahasa. Artinya metode ini memiliki prisip yang bertolak belakang dengan Metode Kaidah dan Terjemah, yaitu tidak memperhatikan aspek
kaidah bahasa maupun terjemahan, kecuali jika sangat terpaksa. Sebagai gantinya pelajar dituntut untuk lebih intensif dengan penggunaan bahasa. Dengan demikian bahasa adalah untuk digunakan
bukan untuk dibicarakan. d. Para ahli bahasa struktural menolak adanya pikiran tata bahasa semesta yang memandang adanya kaidah-kaidah bahasa secra keseluruhan. Akan tetapi memiliki
kaidah masing-masing yang berbeda dengan yang lainnya. Para ahli dengan metode ini memandang bahwa problematika terbesar dalam pengajaran bahasa adalah adanya perbedaan antara bahasa asing
sebagai bahasa yang di pelajari dengan bahasa ibu dalam aspek suara, struktur, makna. Oleh sebab itu untuk memperoleh penguasaan yang baik adalah secara konsisiten. Dengan jalan latihan.
Namun demikian setelah mencapai ketanaran tahun 1951-an dan 1960-an metode ini mendapat kritikan dari para pelajar dan ahli linguistik.[3] Kritikan utama ditunjukan kepada konsep dasar
tersebut sebagaimana digambarkan oleh Al-Khuli bahwa: a. Percakapan bukan satu-satunya aspek kecakapan yang utama, sebab aspek lain juga pentimg sebagai unsur keterlampilan secara utuh.
b. Urutan keterlampilan bukan hal yang mesti dilakukan, sebab bisa saja keterlampilan-keterlampilan tersebut diajarkan dalam waktu yang bersamaan. c. Menggunakan kaidah bahasa wa
tarjamah bukan sesuatu yang dilarang, sebab antara kaidah dan bahasa sangat erat kaitannya maka justru akan membantu pelajar dalam menguasai kecakapan belajar. d. Tidak benar bahwa
mempelajari bahasa ibu itu sama dengan mempelaari bahasa asing, sebab secara psikologis memepelajari bahasa ibu sangat berkaitan dengan unsur-unsur emosional anak terhadap orang tua dan
keluarganya, sehingga penggunaanya merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan kebutuhan dasar, emosi dan pikirannya. Sedangkan mempelajari bahasa asing tidak demikian. Benar bahwa
bahasa-bahasa didunia memiliki unsur-unsur yang berbeda, tetapi benar juga bahwa bahasa-bahasa itu memiliki unsur-unsur yang saling menyerupai. Oleh sebab itu sangat penting mengetauhi aspek
persamaan dan perbedaan bahasa asing. 2.3 ASUMSI METODE _TARIQAH SYAMIYAH SYAFAWIYAH_ Metode _Tariqah Syamiyah Syafawiyah _hanya berfokus pada _maharoh istima dan maharoh kalam. _Hal
ini dikarenakan realita yang dilakukan pada pembelajaran bahasa Arab berfokus pada pendengaran dan berbicara.
Metode ini tidak memberikan perhatian besar kepada _maharoh qiraah dan maharah kitabah _siswa. Karena siswa tidak diberi pengajaran untuk memahami tata bahasa dalam bahasa Arab. Melainkan
hanya mengajarkan cara berbicara dan menangkap pembicaraan orang yang mengucapkan bahasa arab. Metode audiolingual didasarkan atas beberapa asumsi, antara lain bahwa bahasa itu
pertama- tama adalah ujaran. Oleh karena itu pengajaran bahsa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi- bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum
pelajaran membaca dan menulis. Asumsi lain dari metode ini ialah bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu perilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali- kali. Oleh Karena itu,
pengajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi. Ajarkan bahasa dan jangan mengajarkan tentang bahasa, juga merupakan prinsip dasar dalam metode ini. Oleh karena
itu pelajaran bahasa harus diisi dengan kegiatan berbahasa bukan kegiatan mempelajari kaidah- kaidah bahasa. Metode ini juga didasarkan atas asumsi bahwa bahasa- bahasa di dunia ini berbeda
satu sama lain. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar harus berbasis hasil analisis kontrastif, antara bahasa ibu pelajaran dan bahasa target yang sedang dipelajari. Didasarkan atas teori
tata bahasa struktur (TBS). Dalam teori ini, struktur tata bahasa dianggap sama dengan pola- pola kalimat. TBS berlawanan dengan teori bahasa tradisional (TBT) dalam hal:
Menekankan kesemestaan bahasa. Menekankan Fakta bahwa semua bahasa di dunia ii tidak sama strukturnya.
Bersifat Preskriptif (bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang yang dikatakan baik dan benar oleh para ahli tata bahasa. Bersifat deskriptif (bahwa bahasa yang baik dan benar adalah
yang digunakan oleh penutur asli dan bukan apa yang dikatankan oleh ahli bahasa.
Mengkaji bahasa dari ragam formal (ragam sastra dan sejenisnya). Mengkaji bahasa dari ragam informal yang digunakan oleh penutur asli dalam interaksi sehari- hari.
2.4 CIRI-CIRI _TARIQAH SYAMIYAH SYAFAWIYAH_ Secara singkat ciri-ciri penggunaan thariqoh _Sam’iyah al-Syafawiyah_ adalah sebagai berikut: a. Metode ini berangkat dari
gambaran bahwa adalah seperangkap simbol-simbol suara yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi diantara mereka. Maka, tujuan pokok pengajaran bahasa Arab adalah
memberi bekal kemampuan bagi selain penutur arab dengan berbagai keterlampilan dan berbagai situasi. b. Guru dalam mengajarkan keterlampilan bahasa mengikuti urutan asli
pemerolehan bahasa pertama yaitu keterlampilan mendengar dahulu kemudian menirukan pembicaraan orang-orang sekitar dan mengucapkan kata-kata, membaca, dan terakhir menulisnya. Jadi, urutan
keterlampilan bahasa menurut aliran ini adalah dimulai dari _istima’, kalam, qira’ah_ wal akhir _kitabah_ c. Metode ini didasarkan pada pandangan Ahli Antropologi kebudayaan.
Bahwasanya budaya bukanlah sekedar untuk seni atau sastra, akan tetapi budaya merupakan gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka. Oleh sebab
itu, mengajarkan bentuk-bentuk budaya arab adalah hal yang lazim ditengah-tengah pengajaran bahasa. Menurut metode ini, sesungguhnya sesuatu yang sangat mungkin mengungkapkan bentuk-bentuk
budaya ditengah-tengah percakapan yang disajikan dalam setiap pengajaran, maka secara alami percakapan berlangsung seputar kebiasaan hidup yang melingkupi manusia, seperti tentang makan,
menyampaikan ucapan selamat, berpergian, menikah dan bentuk-bentuk kebudayaan.[5]
2.5 LANGKAH-LANGKAH MENGGUNAKAN _TARIQAH NAHWU WA TARJAMAH_ Sebagaimana nama metode ini, yaitu _ mendengarkan dan berbicara _ maka dalam aplikasinya lebih menekankan dua aspek ini
sebelum kepada dua aspek lainnya. Jika menlihat konsep dasarnya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aplikasinya yaitu: a. Pelajar harus menyimak, kemudian berbicara,
lalu membaca. Dan akhirnya menulis. b. Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialong sesuai dengan situasi sehari-hari. c. Latihan
_(drill/at-Tadribat) _harus mengikuti operant-conditioning. Dalam hal ini hadiah adalah baik diberikan.[6] d. Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari mudah kemudia sukar atau
bertahap (_graded exercise/ tadarruj/ al-tadrib)_. e. Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan, sebab penguatan posistif dianggap lebih
efektif daripada penguatan negatif. Prinsip ini disebut “penghindaran kesalahan” (_error pervention/ tajanub al-kahata’)._ Terlihat bahwa metode _audiolingual _pada dasarnya tidak hanya
menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang
pengajar harus benar-benar menguasai pinsip-prinsip itu. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok. Contoh langkah yang dipilih sebagai berikut:
a. Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa appersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya. b. Penyajian dialog/
bacaan pendek yang dibacakan guru berulang kali, sedangkan pelajar menyimak tanpa melihat teksnya. c. Peniruan dan penghafalan dialog/ bacaan pendek dengan tehnik meniru setiap kalimat
secara serentak dan menghafalkannya. Diadalam pengajaran bahasa, tehnik ini dikenal dengan tehnik “peniruan-penghafalan” (_mimicy-memorization tenique/ uslub al-muhakah wal-hifzh)_ d.
Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog bacaan yang dianggap sulit karena terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan yang sulit. Hal ini bisa dikembangkan dengan _drill _(dengan
tehnik ini dilatih dengan struktur dan kosa kata. Contohnya sebagai berikut: Drill yang menganti satu unsur (al-tadrib al-namthi) Guru : S1
أنا تلميذ Pelajar : R1 أنا
تلميذ [7] Guru : (memberi penguatan dan rangsangan baru): S2 صحيح,..نحن..! Pelajar : R2
نحن تلميذ Dan seterusnya.
Drill tanya jawab (_tadrib al-sual wa al-jawab)_: Guru : S يكتب أحمد الدرس في الفصل 1 Guru :
S2ماذا يعمل أحمد
Pelajar : R1يكتب الدرس
Guru : (memberi penguatan rangsangan baru):صحيح,..و أين يكتب أحمد؟ Pelajar : R2في الفصل
Dan seterusnya. Drill menyatukan kalimat (_tadrib tamzij al-jumal)_: Guru : S1 "إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة", "هو
مريض"...(الأن) Pelajar : R1 إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة لأنه مريض Guru : S2 "إبراهيم
مريض", "إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته"...(لكن) Pelajar : R2إبراهيم مريض, لكنه إبراهيم يقرأ الكتاب في بيته
Dn lain-lain. Keterangan : S = Stimulus. R = Respon.
e. Dramatisasi dari dialog/ baccan yang sudah dilatihkan diatas. Pelajar yang sudah hafal disuruh mempergunakannya dimuka kelas. f. Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesuai
dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatihkan . g. Penutupan (jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah. Dalam hal ini pelajar disuruh berlatih kembali
dalm menggunakan pola-pola yang sudah dipelajarinnya didekolah.[8] Contoh yang lainnya pembelajaran bahasa arab dengan menggunakan metode ini sebagai berikut: Pertama : Seluruh siswa
mengulangi baris-baris kalimat percakapan baru mengikuti contoh yang diberikan oleh guru untuk menjelaskan makna kalimat-kalimat tersebut. Guru membuat gambar yang terdapat dalam percakapan
dipapan tulis. Dimulai dengan siswa mengulangi baris-baris kalimat secara bersama-sama. Bila sebuah kalimat telah diucapkan dengan baik maka guru membagi kelas menjadi dua kelompok dan baris
kalimat pertama diulangi dengan berbalas-balasan, dan dilanjutkan secara individu sampai seluruh siswa mengulangi mengucapkan kalimat-kalimat baru. Kedua : Guru beralih ke latihan pola.
Pada fase ini gejala struktur yang dipakai dalam percakapan kinidilatih satu demi satu. Pertama-tama secara bersama-sama siswa mengulangi kalimat yang dilatihkan setelah guru memberi contoh,
kemudian siswa membuat perubahan-perubahan kalimat sesuai dengan petunjuk guru. Perubahan bisa mengenai _mufrodati, _sharaf yang beraneka ragam sampai bisa dianggap seluruh siswa bisa
membuat perubahan-perubahan dengan mudah. Ketiga : Serangkaian kalimat dipakai sebagai kegiatan konsolidasi akhir. Para siswa bergantian mengajukan pertanyaan atau memberikan petunjuk,
berdasarkan urutan dari siswa satu ke siswa yang lain dalam suatu rangkaian stimulus dan responsi. Guru memberi pekerjaan rumah/tugas yang berkaitan dengan pelajaran yang akan datang yang
terdiri dari menyimak rekaman dan melatih lebih banyak lagi dan mendengarkan percakapan-percakapan dalam rekaman berikut mencatat beberapa kata atau ungkapan dari teks. Dalam sepanjang
pelajaran, guru menuntut bentuk-bentuk yang tepat dan benar. Setiap terjadi kesalahan langsung dibenarkan dan menyuruh siswa lain mengulangi yang benar secara bersama-sama dan kemudian
diulangi oleh siswa yang membuat kesalahan.[9]
2.6 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN _TARIQAH SYAMIYAH SYAFAWIYAH_ Sebagaimana metode langsung, metode audiolingual memiliki kelebihan dan kekurangan. Bedasarkan karateristik metode ini, kita
bisa melihat beberapa aspek kelebihan dan kekurangannya. Aspek kelebihannya antara lain: a. Para pelajar menjadi terampil dalam membuat pola-pola kalimat yang sudah di drill. b.
Para pelajara mempuanyai lafal yang baik atau benar. c. Para pelajar tidak tinggal diam dalm dialog tetapi harus terus menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru.
Aspek kelemahannya antara lain: a. Sangat membutuhakan guru yang terampil dan cekatan. b. Kurang sekali memberi perhatian pada ujaran/tuturan spontan, karena siswa dilatih
merespon secara mekanis sebagai respon dan stimulus.[10] c. Para pelajar cenderung untuk memeberi respon secara serentak (atau secara individual) seperti “membeo”, dan sering tidak
mengetahui makna yang diucapkannya. Respon ini terlalu mekanistis d. Para pelajar tidak diberi latihan dalam makna-makna lain dari kalimat yang dilatih bedasarkan konteks. Sebagai
akibatnya mereka hanya menguasai satu makna atau arti dari suatu kalimat, dan komnukasi hanya dapt lancar apabila kalimat-kalimat yang digunakan diambil dari kalimat-kalimat yang sudah
dilatihkan dikelas, bahkan pengajaran struktur kalimat lebih menekankan aspek reseptif e. Sebetulnya para pelajar tidak berperan aktif tetapi hanya memberikan respon pada rangsangan
yang diberikan oleh guru. Jadi gurulah yang menentukan semua latihan dan materi pelajaran dikelas. Dialah yang mengetahui jawaban atas semua perntanyaan yang diajukan dikelas. Dengan kata
lain penguasaan kegiatan dalam kelas dapat disebut ”dikuasai sepenuhnya oleh guru”. f. Metode ini berpendirian bahwa jika pada tahap-tahap awal para pelajar tidak / belum mengerti
makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya, tidak dianggap sebagai hal yang meresahkan. Dengan menyimak apa yang dikatakan oleh guru, memberi respon yang benar, dan melakukan semua tugas
tanpa salah, pelajar sudah dianggap belajar bahasa tujuan dengan benar. Jika dianalisa pendirian ini kurang dapat diterima,[11] sebab meniru tanpa mengetahui makna adalah suatu aktivitas
yang mubazir. Kecuali itu, hafalan pola-pola kalimat dengan ucapan yang baik dan benar belum berarti bahwa para pelajar dengan ”sendirinya” akan mampu berkomunikasi dengan wajar. Oleh sebab
itu diperlukan bimbingan yang intensif dalam mencapai komunikasi ini.[12]
[1] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 185
[2] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 186
[3] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 187
[4] Ahmad Fuad Effendy. 2012. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Misykat : Malang . Hlm: 59-60
[5] Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, _Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. _Malang: UIN-Maliki Press. Hlm. 47
[6] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _Hlm. 188
[7] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hal 189
[8] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 190
[9] Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, _Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. _Malang: UIN-Maliki Press. Hlm. 50
[10] Bisri Mustofa dan Abdul Hamid, 2012, _Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab. _Malang: UIN-Maliki Press. Hlm. 48-49
[11] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 191
[12] Acep Hermawan. 2014, _Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab : _PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung. _ _hlm 192